Rabu, 29 Februari 2012

MAKALAH

KAJIAN TENTANG PEMBINAAN SIKAP TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA
(STUDI DESKRIPTIF PADA MASYARAKAT DESA KLINTING KECAMATAN SOMAGEDE KABUPATEN BANYUMAS)






PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat
Mencapai Drajat Sarjana S-1

Oleh :
Danang Pujiono

0701030013


PROGAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2011
HALAMAN PERSETUJUAN
KAJIAN TENTANG SIKAP TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA
(STUDI KASUS UMAT ISLAM DAN HINDU DI DESA KLINTING KECAMATAN SOMAGEDE KABUPATEN BANYUMAS)




Oleh :
Danang Pujiono
0701030013
PROPOSAL SKRIPSI
Diperiksa dan dipersetujui oleh :
Pembimbing I,                                     Pembimbing II,

…………..                                          ……………
NIP                                                     NIP
Mengetahui,                                        Menyetujui,
Dekan,                                                 Wakil Dekan I,

……………..                                      ………………..
                          NIP                                                    NIP

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multikultural karena terdiri dari berbagai macam suku bangsa, ras, bahasa, budaya maupun agama. Dalam skripsi ini akan membicarakan tentang kerukunan antar umat beragama di Indonesia yang umumnya agama masyarakat Indonesia sangat beragam, yaitu terdiri dari dari agama islam, katolik, protestan, hindu, budha dan kong hu chu.
Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam, oleh karena itu perbedaan agama yang dipeluk masing-masing warga Negara tidak seharusnya menjadi penyebab perpecahan yang dapat membahayakan kelangsungan kehidupan Bangsa dan Negara, tetapi justru sebagai alat pengikat dan penyuluh guna mempositifkan lima titik temu yang sudah ada, yaitu : satu Bangsa, satu Bahasa, satu Negara, satu Ideologi, dan Satu Pemerintahan. (Depag RI, 1980 :5)
Penyebab beraneka ragamnya agama yang di anut masyarakat Indonesia tidaklah lepas dari sejarah. Dimana Indonesia terletak di jalur perdagangan dunia yang menyebabkan para pedagang yang singgah di berbagai wilayah pesisir di Indonesia mulai menetap dan mengajarkan agama serta kebudayaan para pedagang tersebut kepada masyarakat Indonesia yang waktu itu belum beragama dan masih menganut kepercayaan animisme maupun dinamisme.
Masuknya agama di Indonesia yang tidak merata ini menyebabkan terjadinya proses multikultural pada masyarakat Indonesia terutama dalam hal keagamaan. Dengan perbedaan agama yang dianut masyarakat Indonesia harus bisa hidup bertoleransi antar umat beragama karena apabila antar umat beragama saling bermusuhan maka akan terjadi konflik yang juga bisa merusak integrasi nasional bangsa Indonesia.
Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya dalam suatu keniscayaan. Untuk itulah kita harus saling menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. Secara historis banyak terjadi konflik antar umat beragama, misalnya konflik di Poso antara umat islam dan umat kristen. Agama disini terlihat sebagai pemicu atau sumber dari konflik tersebut. Sangatlah ironis konflik yang terjadi tersebut padahal suatu agama pada dasarnya mengajarkan kepada para pemeluknya agar hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong dan juga saling menghormati. Untuk itu marilah kita jaga tali persaudaraan antar sesama umat beragama.
Kerukunan antarumat beragama di Indonesia masih banyak menyisakan masalah. Kasus-kasus yang muncul terkait dengan hal ini belum bisa terhapus secara tuntas. Kasus Ambon, Kupang, Poso, dan lainnya masih menyisakan masalah ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap membara dan memanaskan suasana di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat tentang kerukunan antarumat beragama perlu ditinjau ulang.
Banyaknya konflik yang melibatkan agama sebagai pemicunya menuntut adanya perhatian yang serius untuk mengambil langkah-langkah yang antisipatif demi damainya kehidupan umat beragama di Indonesia pada masamasa mendatang. Jika hal ini diabaikan, dikhawatirkan akan muncul masalah yang lebih berat dalam rangka pembangunan bangsa dan negara di bidang politik, ekonomi, keamanan, budaya, dan bidangbidang lainnya.
Adanya perubahan era seperti sekarang ini seharusnya meningkatkan kesadaran masyarakat kita akan arti penting persatuan dan kesatuan. Akan tetapi kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Angin reformasi membawa dampak kebebasan yang kurang terkendali. Hal ini akan sangat berbahaya ketika terjadi di tengah-tengah bangsa yang tingkat heterogenitasnya cukup tinggi seperti Indonesia. Rakyat Indonesia mencita-citakan suatu masyarakat yang cinta damai dan diikat oleh rasa persatuan nasional untuk membangun sebuah negara yang majemuk. Persatuan ini tidak lagi membeda-bedakan agama, etnis, golongan, kepentingan, dan yang sejenisnya.
Konflik yang terjadi antar umat beragama tersebut dalam masyarakat yang multkultural adalah menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun pemerintah. Karena konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar. Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara umat beragama terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara pemeluk agama dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangka-prasangka negatif.
Masalah ini dibahas dengan pertimbangan bahwa agama dewasa ini memegang peranan strategis dalam kehidupan manusia. Agama mempunyai fungsi memberi petunjuk dan mengarahkan manusia agar menjadi lebih baik. Namun perlu diingat juga bahwa agama merupakan sumber potensial munculnya konflik-konflik di masyarakat. Negara tercinta Indonesia mempunyai berabagai macam agama yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu ddan Budha yang dengan adanya tersebut merupakan sumber potensial munculnya berbagai macam konflik agama. Oleh karena itu dalam dasar negara kita yakni Pancasila melalui butir-butirnya dan Undang-Undang Dasar 45 pasal 29 ayat 1dan 2 sebagai dasar pijakan dalam kehidupan beragama.
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan tentang latar belakang masalah diatas,dapat dibuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1.      Bagaimana caranya mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama?
2.      Faktor-faktor penghambat adanya toleransi dan solusi untuk mengahadapi adanya hambatan toleransi.
C.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana caranya mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama dan faktor-faktor penghambat untuk mewujudkan toleransi antar umat beragama.
D.    Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagi Peneliti
a.       Memberikan gambaran secara umum mengenai sikap toleransi antar umat beragama
b.      Sebagai bekal bagi peneliti untuk melaksanakan tugas sebagai tenaga pendidik.


2.      Bagi  Masyarakat                         
a.       Menambah wawasan masyarakat tentang arti pentingnya toleransi antar umat beragama
b.      Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain yaitu dengan cara mengubah rasa curiga dan benci menjadi rasa penasaran yang positf dan mau menghargai keyakinan orang lain
c.       Menumbuhkan sikap toleransi yang tinggi antar umat beragama.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Sikap toleransi antar umat beragama
Toleransi dapat diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesame warga masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukannasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan sikapnya itu tidak melanggar dan tidak bertentangan denagn syarat-syarat azas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat Umar Hasyim (1978:22)
Toleransi dikatakan sebagai suatu pandangan yang mengakui the right of self determination, yang artinya hak menentukan sendiri nasib pribadi masing-masing. Tentu saja di dalam menentukan hakitu seseorang tidak harus melanggar hak-hakorang lain, dan prinsip ini adalah sebagai salah satu hak azasi manusia. Landasan itulah yang menjadi dasar atau landasan sikap laku yang disebut toleransi.
Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu.
Menurut Webster’s New American Dictionary arti toleransi adalah liberty to ward the opinions of others, patients with others (memberi kebebasan (membiarkan) pendapat orang lain, dan berlaku sabar menghadapi orang lain). Toleransi diartikan memberikan tempat kepada pendapat yang berbeda. Pada saat bersamaan sikap menghargai pendapat yang berbeda itu disertai dengan sikap menahan diri atau sabar. Oleh karena itu di antara orang yang berbeda pendapat harus memperlihatkan sikap yang sama yaitu saling mengharagai dengan sikap yang sabar.
Padanan kata toleransi dalam bahasa Arab adalah kata tasamuh. Tasamuh dalam bahasa Arab berarti membiarkan sesuatu untuk dapat saling mengizinkan dan saling memudahkan. Dari kata tasamuh tersebut dapat diartikan agar di antara mereka yang berbeda pendapat hendaknya bisa saling memberikan tempat bagi pendapatnya. Masing-masing pendapat memperoleh hak untuk mengembangkan pendapatnya dan tidak saling menjegal satu sama lain.
Toleransi harus dibedakan dari komfromisme, yaitu menerima apa saja yang dikatakan orang lain asal bisa menciptakan kedamaian dan kerukunan, atau saling memberi dan menerima demi terwujudnya kebersamaan. Kompromisme tidak dapat diterapkan dalam kehidupan beragama. Kompromisme dalam beragama akan melahirkan corak keagamaan yang sinkretik.
Dari perbedaan agama yang terjadi itu, maka akan timbul Pluralitas. Pluralitas itu sendiri adalah kemajemukan yang didasari oleh keutamaan atau keunikan dan kekhasan. Karena itu, pluralitas tidak dapat terwujud atau diadakan atau terbayangkan keberadaanya kecuali sebagai antithesis dan sebagai obyek komparatif dari keseragaman dan kesatuan yang merangkum seluruh dimensinya DR. Muhammad Imarah (1999 : 9)
Pluralitas juga tidak dapat disematkan kepada kesatuan yang tidak mempunyai parsial-parsial, atau yang bagian-bagianya dipaksakan untuk tidak menciptakan “keutamaan”,”keunikan”,dan “kekhasan”, tersendiri. Setidaknya, ketika penilaian itu diletakan dalamd unia nyata, bukan berdasarkan kemungkinan atau dasar kekuatan.
Anggota suatu keluarga adalah bentuk pluralitas dalam kerangkaan kesatuan keluarga dan sebagai antithesis darinya. Pria dan wanita merupakan bentuk pluralitas dari kerangka kesatuan jiwa manusia. Bangsa-bangsa dan kabilah-kabilah  adalah bentuk pluralitas jenis mansia.
Dari beberapa pendapat di atas toleransi dapat diartikan sebagai sikap menenggang, membiarkan, membolehkan, baik berupa pendirian, kepercayaan, dan kelakuan yang dimiliki seseorang atas yang lainnya. Dengan kata lain toleransi adalah sikap lapang dada terhadap prinsip orang lain. Toleransi tidak berarti seseorang harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dianutnya. Dalam toleransi sebaliknya tercermin sikap yang kauat atau istiqamah untuk memegangi keyakinan atau pendapatnya sendiri.
“The Land where the Religions good Neighbours” (negeri dimana agama-agama hidup bertetangga baik) merupakan salah satu judul bab di dalam sebuah buku yang ditulis oleh seorang ahli  sejarah terkenal, Dr. Arnold J. Toynbee. Beliau bersama istrinya telah berkeliling dunia antara bulan Februari 1956 sampai bulan Agustus 1957. Pengalaman dan kesan-kesan dari perjalanannya itu telah beliau tulis dalam sebuah karya beliau yang berjudul “East to West,Journey round the World”.
Di dalam bukunya itulah terdapat bab yang berjudul “Negeri dimana agama-agama hidup bertetangga baik”, beliau menulis tentang presepsinya, pengindraannya, observasinya tentang bangsa Indonesia. Di Indonesia tidak ada peperangan agama yang terjadi di daerah barat atau Negara-negara timur yang masih sering terjadi perselisihan atau perang agama sampai menumpahkan darah.
Di antara observasi beliau yang menjadi alasan dari kesimpulan itu adalah, kecuali memiliki sejarah bangsa Indonesia dan keadaaan kehidupan dari masyarakat beragama sehari-hari dan bangsa Indonesia adalah pemandangan yang beliau saksikan dengan tampak bertebarannya dan megahnya gereja-gereja di kota Jakrata. Beliau heran mengapa bangsa Indonesia yang penduduknya lebih dari 95% memelukagama islam, tetapi gereja di Jakarta bagaikan cendawan di musim hujan. Mungkinbeliau lupa bahwagereja-gereja itu adalah peninggalan belanda yang mayoritas beragama Nasrani.
Mungkin juga karena justru bangsa Belanda yang menjajah kita beragama nasrani, maka gereja tumbuh bertebaran di Indonesia. Namun bukan semata-mata factor tersebut melainkan karena bangsa Indonesia memiliki rasa toleransi yang tinggi.
Memang ada gambaran sementara lain dari wajah toleransi yang menuju kepada pengaburan setiap agama yang akhirnya bahkan menuju kepada syncreatisme. Hal ini yang tidak tikehendaki oleh agama-agama tersebut. Gambaran yang salah dari wajah toleransi ini didengngkan demi kepentingan kerukunan agama, tetapi akhirnya menuju kepada iklim yang tidak sehat.
Diantara konsepsi-konsepsi yang dikatakan sebagai wajah atau jalan menuju kepada toleransi agama yang menuju kepada syncretisme itu ialah :
1.      Semua agama adalah sama
Pandangan ini sangat berbahaya. Karena akan mencampuradukan antara agama-agama, dan membuat orang hiprokit terhadap agamanya sendiri, dan identitas agamanya akan hilang. Namun ada tokoh agama yang berbicara bahwa semua agama adalah sama benarnya, demi persatuan. Tidak disadari, beliau berkata tentang hal-hal yang bertentangan dengan nuraninya dan akal sehat. Beliau-beliau lupa, bahwa omongan itu sebenarnya menjerumuskan kepadaalam fikiran syncretisme, yang justru akan mengaburkan identitas semua agama.
2.      Agama Campuran
Hal ini nantinya dalam agama yang baru itu semua pemeluknya menjadi rukun. Bisa dikatakan sebagai suatu aliran theosofi, walaupun nama ini mulanya digunakan untuk sebutan yang menyatakan berbagai agama yang lebih menitik beratkan “pengetahuan tenang Tuhan” yang merupakan ajaran campuran dari berbagai macam agama.
3.      Humanisme Universil
Maksudnya humanism universal adalah bukan dalam ajaran filsafat, tetapi suatu ajaran dimana dasarnya adalah pemikiran untuk meninjau semua agama, diambil yang baik yang sesuai denga perkembangan dunia modern sekarang ini. Atau ajaranyang dianggap baik oleh semua ajaran tersebut dan kamudian dijadikan suatu ikatan baru. Namun masing-masing pemelukdari agamanya masih tetap dalam ikatan agamanya semula.
Sebaliknya, ada pemikiran yang mengatakan bahwa sebaiknya masing-masing pemelik agama  memegang teguh keyakinan agamanya sehingga timbullah kesadaran untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Mereka saling menghormati identitas masing-masing, karena mereka insaf bahwa masing-masing berjalan pada relnya, karena disamping ada perbedaan juga ada persamaan. Dalam bahasa lain “setuju dalam perbedaan”.
(Umar Hasyim, 1978 : 264 )
Undang Dasar 45 pasal 29 ayat 1dan 2 sebagai dasar pijakan dalam kehidupan beragama. Dalam pasal 29 (2) UUD 1945, dinyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untukmemeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu. Setiap agama mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghargai pemeluk agama lain. Jadi,tidak boleh ada paksaan bagi seseorang untuk memeluk suatu agama tertentu atau memaksaan agama kepada orang lain. Namun kebebasan dalalmberagama tidak pula kita bebas untuk tidak memeluk suatu agama.
B.     Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki penduduk dengan jumlah yang sangat besar. Di tengah-tengah besarnya jumlah penduduk tersebut, tumbuh dan berkembang keragaman budaya, sosial, dan agama. Dari sisi agama, Indonesia mengakui hidup dan berkembangnya lima agama resmi negara, yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindhu, dan Buddha.
Di samping lima agama tersebut, di Indonesia juga telah berkembang agama-agama yang tidak resmi yang dipeluk oleh sebagian kecil bangsa Indonesia, terutama di daerah-daerah pedalaman. Agama-agama yang tidak resmi ini biasanya dikenal dengan sebutan aliran kepercayaan yang tidak bersumber pada ajaran agama, tetapi bersumber pada keyakinan yang tumbuh di kalangan masyarakat sendiri. Keragaman seperti ini menimbulkan permasalahan di tengah masyarakat yang terkadang memicu konflik antaragama.
Kemajemukan masyarakat dalam hal agama dapat merupakan sumber kerawanan sosial apabila pembinaan kehidupan beragama tidak tertata dengan baik. Masalah agama merupakan masalah yang bersifat sensitif yang sering memunculkan konflik dan permusuhan antargolongan pemeluk agama.
Kerukunan hidup umat beragama adalah suatu kondisi sosial di mana semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing hidup sebagai pemeluk agama yang baik dalam keadaan rukun dan damai. Karena itu kerukunan hidup umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagamaan dan perasaan orang lain. Tetapi ini tidak harus berarti bahwa kerukunan hidup umat beragama didasarkan pada sikap sinkretis, sebab justru akan menimbulkan kekacauan dan merusak nilai agama itu sendiri.
Kerukunan hidup umat beragama hanya akan bisa dicapai apabila masing-masing golongan bersikap lapang dada satu sama lain. Sikap lapang dada dalam kehidupan beragama akan mempunyai makna bagi kehidupan dan kemajuan masyarakat plural, apabila ia diwujudkan dalam:
1.      Sikap yang diterjemahkan dalam :
a.        Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan dan kebiasaan golongan agama lain yang berbeda, yang mungkin berlawanan dengan ajaran, keyakinan dan kebiasaan sendiri;
b.      Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut dengan sungguh-sungguh ajaran agamanya;
c.       Sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan agama lain.
2.      Perbuatan yang diwujudkan dalam:
a.       Usaha untuk memahami ajaran dan keyakinan agama orang lain;
b.      Usaha untuk mengemukakan keyakinan agama sendiri dengan sebijaksana mungkin untuk tidak menyinggung keyakinan agama lain;
c.       Untuk saling membantu dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk mengatasi keterbelakangan bersama;
d.      Usaha saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi saling tukar pengalaman untuk mencapai kemajuan bersama
Negara Indonesia menjamin kehidupan agama bagi seluruh rakyatnya. Dasar negara Pancasila memberikan jaminan kebebasan beragama dengan sila yang pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa.” UUD 1945 juga menjamin kebebasan menjalankan agama dengan satu pasal khusus, yaitu pasal 29. Di samping itu, semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika” memberikan peluang leluasa bagi beragam agama yang ada untuk mengikuti dan melaksanakan ajaran agama di bawah satu kesatuan dasar Pancasila dan UUD 1945.
Secara terperinci pernyataan Pasal 29 UUD 1945 dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila itu mengandung makna sebagai berikut :
1.      Kita percaya terhadap Tuhan YME menurut agama dan kepercayaanya masing-masing
2.      Kita melaksanakan kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan YME itu sesuai dengan dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Kita harus membina adanya sikap saling menghormati antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan YME
4.      Kita harus membina adanya kerja sama dan toleransi antar sesama pemeluk agama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan YME
5.      Kita menginginkan adanya kerukunan antar sesame pemeluk agama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan YME
6.      Kita mengakui bahwa hubungan antara manusia dan Tuhan YME merupakan hak yang palng hakiki yang dimiliki oleh manusia
7.      Kita mengakui bahwa setiap warga negara bebas menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing
8.      Kita tidak memaksakan agama dan kepercayaan kita kepada orang lain.
( Depdikbud, 1990 : 6 )
Menteri Agama RI tahun 1978-1984 melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1995 : 42) menetapkan Tri Kerukunan Beragama, yaitu tiga prinsip dasar aturan yang bisa dijadikan sebagai landasan toleransi antarumat beragama di Indonesia. Tiga prinsip dasar yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Kerukunan intern umat beragama.
2.      Kerukunan antar umat beragama.
3.      Kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah
Untuk melaksanakan Tri Kerukunan Beragama ini, dikeluarkan juga Keputusan Menteri Agama yang menjabarkan aturan itu dengan lebih rinci, yaitu Keputusan Menteri Agama no. 70 tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama dan Keputusan Menteri Agama no. 77 tahun 1978 tentang Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga-lembaga Keagamaan di Indonesia.
Toleransi antar umat beragama di Indonesia populer dengan istilah kerukunan hidup antar umat beragama. Istilah tersebut merupakan istilah resmi yang dipakai oleh pemerintah. Kerukunan hidup umat beragama merupakan salah satu tujuan pembangunan bidang keagamaan di Indonesia. Gagasan ini muncul terutama dilatarbelakangi oleh meruncingnya hubungan antar umat beragama. Adapun sebab-musabab timbulnya ketegangan intern umat beragama, antar umat beragama, dan antara umat beragama dengan pemerintah dapat bersumber dari berbagai aspek antara lain:
1.      Sifat dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah atau missi;
2.      Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain;
3.      Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang rendah agama lain;
4.      Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat.
5.      Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan pemerintah; dan
6.      Kuranngnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat (Depag, 1980:38).
Tiap golongan beragama dapat mencurahkan perhatiannya terhadap pembinaan dan peningkatan kualitas warga golongannya masing-masing sekaligus kerukunan antarumat beragama akan terjaga jika aturan-aturan tersebut di atas dipatuhi. Dalam kenyataannya, aturan-aturan ini sering tidak dipatuhi, terutama oleh golongan minoritas. Meskipun demikian, pelanggaran terhadap aturan tersebut tidak sampai menimbulkan konflik yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Kalaupun akhir-akhir ini konflik antarpemeluk agama terjadi, seperti di Ambon, Poso, dan tempat-tempat lain, hal ini sebenarnya bukan disebabkan oleh masalah agama semata, tetapi sudah banyak ditopangi oleh berbagai kepentingan, terutama kepentingan politik. Hal inilah yang menyulitkan pemerintah untuk segera meredakan konflik tersebut.
Pemerintah juga membentuk sebuah forum konsultasi dan komunikasi antara pemimpin atau pemuka agama dengan pemerintah untuk memelihara kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Hal ini melengkapi upaya yang sebelumnya telah dilakukan, yaitu pemantaban organisasi masing-masing agama. Forum yang dimaksud diberi nama Wadah Musyawarah Antarumat Beragama yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Agama no. 35 tahun.
Organisasi umat beragama tingkat pusat adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk umat Islam, Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI) untuk umat Kristen Katolik, Dewan Gereja-gereja Indonesia (DGI) untuk umat Kristen Protestan, Parisada Hindhu Dharma Pusat (PHDP) untuk umat Hindhu, dan Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) untuk umat Buddha (Depdikbud, 1995 : 42).
Wadah-wadah ini diharapkan dapat menjadi pelindung sekaligus tempat mengadu tentang berbagai permasalahan yang terkait dengan agama. Aturan-aturan tentang kerukunan antarumat beragama di Indonesia pada prinsipnya tidak berbeda dengan aturanaturan dalam Piagam Madinah. Tidak ada perbedaan yang mendasar dari kedua sumber aturan tersebut tentang kerukunan antarumat beragama. Keduanya sama-sama memberikan keleluasaan kepada masing-masing penganut agama untuk melaksanakan agamanya masing-masing.
Fungsi dari lembaga keagamaan diatas adalah sebagai berikut :
1.      Tempat untuk membahas dan menyelesaikan segalamasalah yang menyangkut keagamaan
2.      Media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa
3.      Wahana silaturahmi yang dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan
4.      Wahana dialog antarsesama anggota atau antarkelompok agama.
(Depdikbud, 1995 : 42)
Bila pada pasal ke-5  diatas dikatakan sebagai landasan dari fihak islam saja,maka seharusnya ada suatu dasar dan landasan yang harus dihormati dan ditaati oleh semua pihak. Landasan-landasan tersebut adalah:
1.      Falsafah Pancasila
2.      UUD 1945
3.      Tugas Nasional bersama dalam Pembangunan
4.      Setuju dalam Perbedaan
5.      Rukun, saling menghormati, saling mengerti, adalah watak bangsa Indonesia
6.      Adanya Kode Etik Penyebaran Agama
( Umar Hasyim, 1978 : 358 )
Maka dari itulah diperlukan suatu model hubungan antar masyarakat yang berbeda agama yaitu kerukunan hidup antar umat beragama atau toleransi antar umat beragama. Istilah ini dikemukakan oleh mantan Menteri Agama Indonesia tahun 1972. Sebagai sarana pencapaian kehidupan harmonis antar umat beragama yang diselenggarakam dengan segala kearifan dan kebijakan atas nama pemerintah.
C.    Gangguan terhadap kerukunan hidup umat beragama
Adapun timbulnya gangguan terhadap kerukunan hidup umat beragama di Indonesia, menurut pemerintah dapat bersumber dariberbagai aspek, antara lain :
1.      Sifat dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah/missi
2.      Kurannya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain
3.      Kurang mampunya pemeluk agama untuk menahan diri sehingga kurang menghormati bahkan memandang rendah pihak lain
4.      Kaburnya batas antara sikapmemegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat
5.      Kecurigaan masing-masingakan kejujuran pihak lain baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan pemerintah
6.      Perbedaan yang mencoloktentang status social,ekonomi, dan pendidikan antara berbagai golongan agama
7.      Rasa rendah diri dan rasa takut terdesak pada pihak yang lemah
8.      Kurang adanya komunikasi antar pemimpin masingmasing umat beragama
9.      Kurang saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat yang menyangkut intrn beragama, antar umat beragama dan antar umat beragama denagn pemerintah
10.  Kurannya pemahaman akan peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh pemerntah.
(Departemen Agama RI, 1983 : 15)
Menurut Prof.Mr. R.H. Kasman Singodimejo dalam Umar Hasyim (1978 : 337) ada beberapa factor bentrokan yang terjadi antara umat beragama :
1.      Dangkalnya pengertian dan kesadaran beragama
Orang yang tidak mengetahui tentang selukbeluk dan kebenaran dipaksakan untuk berbicara tentang agama, hal ini yang sangat berbahaya karena sedikit saja menyinggung perasaan pemeluk agama lain maka akibatnya fatal.

2.      Fanatisme yang negatif
Orang yang memiliki fanatisme buta ini selalu ingin menghancurkan golongan lain, biar agama dan fahamnya sendirilah yang tumbuh subur dan golongan orang lain celaka. Dan kehidupan golongannya tegak diatas bangkai golongan lain.
3.      Cara dakwah dan propaganda agama yang salah
Cara dakwah yang salah bisa mengakibatkan atau menjadi sumber penyebab bentrokan antar umat beragama, apalagi bila bermaksud untuk menghasut dan tidak pula mengingat dan memperhitungkan faktor waktu, lingkungan dan kepentingan umum.
4.      Obyek dakwah dan propaganda agama
Penyiaran agama yang mencolok kepada pemeluk agama lain, apalagi secara demonstratife adalah sesuatu yang amat sangat menyinggung perasaan keagamaan.
5.      Subversi sisa G30S/PKI
Terkadang anggota bekas PKI ikut mengacau agar ketentraman umat beragama terganggu, seperti kasus di Jatibarang, dekat Cirebon. Yakni tentang lahirnya gadis muslim kamudian menjadikristen, adalah karena mendapat gerilya politik dari bekas anggota PKI.
6.      Karena perlakuan yang tidak adil terhadap agama lain
Salah satu perlakuan yang mementingkan agamanya sendiri tanpa melihat perasaan sekitar.

7.      Karena perebutan kekuasaan
Peristiwa ini sangatlah banyak, misalkan perang di Palestina oleh Israel
Konflik yang terjadi antar umat beragama tersebut dalam masyarakat yang multkultural adalah menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun pemerintah. Karena konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar. Supaya agama bisa menjadi alat pemersatu bangsa, maka kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar, maka diperlukan cara yang efektif yaitu dialog antar umat beragama untuk permasalahan yang mengganjal antara masing-masing kelompok umat beragama. Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara umat beragama terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara pemeluk agama dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangka-prasangka negatif.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar